Sabtu, 12 Februari 2022

Keputusan Terbaik




Masa akhir sekolah menengah atas pasti dihantui berbagai macam pikiran tentang sebuah rencana masa depan. Apa yang harus aku lakukan setelah melepas masa putih abu-abu ini? Tak sedikit waktu memikirkannya, mencoba merencanakan sesuatu dengan mempertimbangkan baik dan buruknya. Tujuh belas tahun adalah awal dimana keputusan yang kita pilih menentukan bagaimana kita kedepannya.

Sebagai seseorang yang saat itu minim relasi di usia remaja, aku termasuk kelompok remaja yang sampai menjelang akhir kelulusan masih bingung menentukan jurusan kuliah apa yang akan aku ambil. Aku termasuk orang yang jarang bahkan hampir tidak pernah untuk menyuarakan pendapatku di depan publik. Seseorang yang bahkan gemetar jika diminta untuk maju ke depan kelas. Lebih nyaman jika tidak terlihat dan memilih untuk memberikan kesempatan-kesempatan kepada teman lain. Keberanianku saat itu mungkin dibawah level rata-rata. Menjadi guru sama sekali tidak ada di list impianku saat itu.

Kata-kata motivasi menjelang kelulusan kami intens diberikan kepada guru-guru kami. Tujuan nya supaya kami mendapat pencerahan dan yakin untuk memilih apa yang harus kami putuskan. Hari itu adalah pelajaran bahasa inggris, salah satu pelajaran yang tidak aku minati, tapi karena aku menyukai gurunya jadi fokusku pada pelajaran itu aku berikan sepenuhnya. Di tengah pelajaran ibu guru dengan penampilan teduh itu memberikan sebuah motivasi yang satu kalimatnya aku ingat sampai hari ini “pekerjaan yang paling baik untuk wanita adalah menjadi seorang guru”.

Beliau membagi pengalamannya selama menjalani profesi menjadi guru. Ada tugas utama dari seorang wanita yaitu menjadi madrasah pertama bagi anaknya. Ketika seorang wanita disibukan dengan pekerjaan di luar dan menyita banyak waktu, ada sesuatu yang di khawatirkan yaitu komunikasi dengan anak-anaknya hanya sedikit. Tentu ini tidak berlaku untuk semua wanita, karena ada wanita yang bisa menghandle kehidupan di dalam rumah dan di luar rumah dengan sangat baik. Menjadi guru adalah salah satu solusi untuk wanita yang ingin tetap bekerja dan memiliki komunikasi yang banyak dengan anak. Karena jam kerja guru tidak sebanyak jam kerja pegawai perusahaan. Dengan menjadi guru juga kita bisa melatih diri untuk memahami karakter anak-anak.

Sekolah, selain menjadi tempat bekerja bisa sekaligus menjadi tempat belajar menjadi ibu. Karena sejatinya, guru adalah orangtua ideologis bagi murid-muridnya. Yang setiap hari dengan tulus dan ikhlas mengajarkan tentang akhlak, budi perkerti, ilmu akhirat dan bagaimana kehidupan di dunia.

Sejak mendengar kisah dan nasihat dari guruku itu, aku akhirnya mantap memutuskan untuk menjadi guru.

Suatu hari, ketika aku sudah waktunya lulus dari dunia perkuliahan, seorang teman bertanya apa yang akhirnya menjadi alasanku untuk menjadi guru. Aku ceritakan persis sama seperti tulisanku saat ini.

“Kamu pas SMA udah berfikir sejauh itu?”

Aku kembali berfikir.

Benar juga.

Kenapa aku bisa berfikir sejauh itu ya.

Walaupun banyak campaign bahwa carilah sesuatu yang kamu sukai dan pilihlah jurusan dari sesuatu itu. Jangan pikirkan jurusan kuliahmu hanya untuk pekerjaan di masa depan. Karena kalau kamu menjalaninya dengan baik, pekerjaan akan mencarimu dengan sendirinya.

Entahlah, campaign tadi tidak berlaku untukku. Aku memilih untuk mencoba sesuatu yang baru, menjalaninya, lalu menikmati rencana yang aku buat di masa depan.

Kembali lagi, hidup itu pilihan kan? Apa yang kamu pilh tentu akan meminta pertanggung jawaban kamu. Aku harap keputusan-keputusan yang aku buat bisa aku jalani dengan penuh tanggung jawab dan bisa membuat aku bahagia di masa lalu, masa kini maupun masa depan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar