Masa akhir sekolah menengah atas
pasti dihantui berbagai macam pikiran tentang sebuah rencana masa depan. Apa
yang harus aku lakukan setelah melepas masa putih abu-abu ini? Tak sedikit
waktu memikirkannya, mencoba merencanakan sesuatu dengan mempertimbangkan baik
dan buruknya. Tujuh belas tahun adalah awal dimana keputusan yang kita pilih
menentukan bagaimana kita kedepannya.
Sebagai seseorang yang saat itu minim
relasi di usia remaja, aku termasuk kelompok remaja yang sampai menjelang akhir
kelulusan masih bingung menentukan jurusan kuliah apa yang akan aku ambil. Aku
termasuk orang yang jarang bahkan hampir tidak pernah untuk menyuarakan
pendapatku di depan publik. Seseorang yang bahkan gemetar jika diminta untuk
maju ke depan kelas. Lebih nyaman jika tidak terlihat dan memilih untuk
memberikan kesempatan-kesempatan kepada teman lain. Keberanianku saat itu
mungkin dibawah level rata-rata. Menjadi guru sama sekali tidak ada di list
impianku saat itu.
Kata-kata motivasi menjelang
kelulusan kami intens diberikan kepada guru-guru kami. Tujuan nya supaya kami
mendapat pencerahan dan yakin untuk memilih apa yang harus kami putuskan. Hari
itu adalah pelajaran bahasa inggris, salah satu pelajaran yang tidak aku
minati, tapi karena aku menyukai gurunya jadi fokusku pada pelajaran itu aku
berikan sepenuhnya. Di tengah pelajaran ibu guru dengan penampilan teduh itu
memberikan sebuah motivasi yang satu kalimatnya aku ingat sampai hari ini
“pekerjaan yang paling baik untuk wanita adalah menjadi seorang guru”.
Beliau membagi pengalamannya selama
menjalani profesi menjadi guru. Ada tugas utama dari seorang wanita yaitu
menjadi madrasah pertama bagi anaknya. Ketika seorang wanita disibukan dengan
pekerjaan di luar dan menyita banyak waktu, ada sesuatu yang di khawatirkan yaitu
komunikasi dengan anak-anaknya hanya sedikit. Tentu ini tidak berlaku untuk
semua wanita, karena ada wanita yang bisa menghandle kehidupan di dalam rumah dan di luar rumah dengan sangat
baik. Menjadi guru adalah salah satu solusi untuk wanita yang ingin tetap
bekerja dan memiliki komunikasi yang banyak dengan anak. Karena jam kerja guru
tidak sebanyak jam kerja pegawai perusahaan. Dengan menjadi guru juga kita bisa
melatih diri untuk memahami karakter anak-anak.
Sekolah, selain menjadi tempat
bekerja bisa sekaligus menjadi tempat belajar menjadi ibu. Karena sejatinya,
guru adalah orangtua ideologis bagi murid-muridnya. Yang setiap hari dengan
tulus dan ikhlas mengajarkan tentang akhlak, budi perkerti, ilmu akhirat dan
bagaimana kehidupan di dunia.
Sejak mendengar kisah dan nasihat
dari guruku itu, aku akhirnya mantap memutuskan untuk menjadi guru.
Suatu hari, ketika aku sudah waktunya
lulus dari dunia perkuliahan, seorang teman bertanya apa yang akhirnya menjadi
alasanku untuk menjadi guru. Aku ceritakan persis sama seperti tulisanku saat
ini.
“Kamu pas SMA udah berfikir sejauh
itu?”
Aku kembali berfikir.
Benar juga.
Kenapa aku bisa berfikir sejauh itu
ya.
Walaupun banyak campaign bahwa carilah sesuatu yang kamu sukai dan pilihlah jurusan
dari sesuatu itu. Jangan pikirkan jurusan kuliahmu hanya untuk pekerjaan di
masa depan. Karena kalau kamu menjalaninya dengan baik, pekerjaan akan
mencarimu dengan sendirinya.
Entahlah, campaign tadi tidak berlaku untukku. Aku memilih untuk mencoba
sesuatu yang baru, menjalaninya, lalu menikmati rencana yang aku buat di masa
depan.
Kembali lagi, hidup itu pilihan kan?
Apa yang kamu pilh tentu akan meminta pertanggung jawaban kamu. Aku harap
keputusan-keputusan yang aku buat bisa aku jalani dengan penuh tanggung jawab dan
bisa membuat aku bahagia di masa lalu, masa kini maupun masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar